Brand History

Persaingan Terbesar dalam Sejarah Fashion: Christian Dior vs. Coco Chanel!

02 Feb 2024
Related Brands:

Dalam dunia mode, persaingan atau rivalry menjadi hal yang sering terjadi, mulai dari persaingan ikonis antara Yves Saint Laurent dan Karl Lagerfeld hingga Giorgio Armani dan Donatella Versace. Namun, ada satu persaingan sengit yang dianggap melampaui pertikaian lainnya, yaitu antara dua fashion legendaries yang merepresentasikan dua brand paling ternama di dunia, bahkan hingga sekarang! Persaingan ini tidak lagi selain antara Coco Chanel dan juga Christian Dior. Rivalry ini mendefinisikan sebuah era penting dalam sejarah mode, dan secara tidak langsung membentuk masa depan dari gaya wanita modern. Penasaran akan cerita lengkapnya? Kali ini voilà.id akan membahasnya dalam artikel Edit kali ini!

Coco Chanel’s Revolutionary Femininity

Untuk memahami persaingan dan ketidaksetujuan Coco Chanel terhadap desain Christian Dior, kita harus kembali ke kota kecil Deauville pada tahun 1913. Di sinilah butik Chanel menjadi tempat berlindung bagi para istri bangsawan selama Perang Dunia I, menawarkan mereka tempat pelarian dari situasi yang buruk. Chanel, seorang pengamat yang jeli terhadap perubahan masyarakat, menyadari perubahan peran wanita setelah perang. Korset konvensional dan lapisan mewah yang dulunya melambangkan feminitas kini menjadi hambatan yang tidak praktis yang menghalangi keterlibatan wanita dalam dunia kerja.

BACA JUGA:
Kenali Cerita Hidup Seorang Desainer Wanita Paling Legendaris, Coco Chanel!

Potret Coco Chanel Potret Coco Chanel

Pendekatan revolusioner Chanel terhadap mode berusaha membebaskan wanita dari pakaian yang membatasi. Rancangannya mewujudkan kebebasan bergerak, kebersihan, dan kenyamanan, mengantisipasi perubahan kebutuhan wanita modern. Ketidaksukaannya pada pakaian berkorset dan pakaian yang berlapis-lapis bukan hanya masalah estetika, tetapi juga merupakan bukti dari keyakinannya pada kebebasan tubuh. Filosofi ini, yang berakar pada persepsi tubuh wanita yang dinamis, bernapas, dan hidup secara seksual, menjadi landasan bagi kejayaan Chanel sebagai ikon mode.

Pengaruh Chanel terus berlanjut selama tahun-tahun hingga Perang Dunia II ketika dia menutup toko-tokonya dan mundur ke Swiss selama 15 tahun. Namun, pengaruhnya tetap bertahan, karena ia memperjuangkan gaya sporty, tailored, dan gaya chic kasual yang memberdayakan wanita.

Tampilan terpenting dan paling berpengaruh dari Chanel adalah jas two-piece yang ikonis yang dibuat dari material tweed. Ansambel ini, yang dicintai oleh ikon mode dari Brigitte Bardot hingga Putri Diana, mewujudkan visi Chanel yang bernuansa anggun dan bersahaja. Salah satu momen tragis yang terus teringat adalah ketika Jacqueline Kennedy mengenakan jas Chanel di hari suaminya, Presiden AS John F. Kennedy, ditembak mati secara tragis pada tahun 1963.

Tampilan Tweed Suit rancangan Coco Chanel Tampilan Tweed Suit rancangan Coco Chanel

The Rise of Christian Dior and the “New Look”

Saat era pasca-Perang Dunia II berlangsung, Christian Dior muncul sebagai tokoh yang berpengaruh di dunia mode, yang diposisikan sebagai penentang langsung dari visi Chanel. Pada tahun 1947, Dior memperkenalkan dunia pada koleksi “New Look” yang inovatif, sebuah terobosan dari desain praktis dan terbatas yang telah mendefinisikan mode masa perang.

BACA JUGA:
Mengupas Tuntas Sejarah Hidup Salah Satu Desainer Legendaris, Christian Dior!

Potret Christian Dior Potret Christian Dior

“New Look” Dior merupakan bentuk perayaan feminitas yang glamor, ditandai dengan siluet terstruktur, pinggul yang dilapisi dengan padding, pinggang yang ketat, dan lapisan kain yang mewah. Beberapa ansambel penting dari koleksi ini mencakup The Bar Suit, tampilan jaket berstruktur yang dipadukan dengan rok besar yang menjadi salah satu ciri khas visi Dior. Ansambel lain juga termasuk tampilan evening dress berdesain rumit yang memiliki berat hingga 27 kilogram, dihias dengan lapisan tulle, taffeta, dan organza sutra. Hal ini menandai pergeseran dramatis dari pendekatan utilitarian yang berlaku selama perang. Koleksi yang aslinya diberi nama “Corolle”, diambil dari kelopak bunga berbentuk lonceng ini menandakan kembalinya kemewahan dan dekadensi, menolak pragmatisme yang menjadi ciri khas penjahitan busana wanita.

Tampilan Bar Suit Rancangan Christian Dior Tampilan Bar Suit Rancangan Christian Dior

The Titanic Clash

Meskipun banyak yang memuji koleksi “New Look” dari Dior sebagai pencapaian yang luar biasa, Chanel mengungkapkan pandangannya yang tajam dan terus bergema di dunia mode hingga sekarang. Chanel menggambarkan Dior sebagai “seniman Italia yang membuat pakaian,” dengan sindiran bahwa Dior lebih fokus pada “melapis” daripada mendandani wanita. Chanel menegaskan bahwa rancangan Dior membuat wanita terlihat seperti perabotan, bukan individu berkehidupan. Pernyataan tajam ini mencerminkan pandangan Chanel bahwa desain Dior bukan hanya tidak praktis, tetapi juga merupakan langkah mundur, membawa wanita kembali ke stereotip feminitas abad ke-19, di mana mereka dianggap sebagai objek oleh pria.

BACA JUGA:
Desain Tas Paling Klasik dari Chanel, Flap Bag. Baca Kisah Lengkapnya!

Tampilan salah satu evening dress rancangan Christian Dior dari tahun 1948 Tampilan salah satu evening dress rancangan Christian Dior dari tahun 1948

Alasan mengapa Chanel benar-benar tidak menyukai gaya Dior adalah perlawanan perspektif. Chanel lebih menyukai desain yang sederhana dan elegan serta suka menambahkan sentuhan maskulin untuk memberdayakan wanita. Dia menjauh dari korset ketat dan mengambil inspirasi dari pakaian pria dan olahraga. Kemudian, dia mengubah little black dress, menjadikannya populer dan nyaman untuk semua wanita. Vogue bahkan memanggilnya ‘Chanel’s Ford’ karena model ini tersebar luas seperti model mobil Ford yang populer. Desain Chanel juga dianggap demokratis dan dapat dikenakan oleh wanita dari semua kalangan.

Beberapa tampilan yang dirancang oleh Coco Chanel Beberapa tampilan yang dirancang oleh Coco Chanel

Tentu, Dior membela kreasinya, menganggapnya sebagai “arsitektur fana”, yang didedikasikan untuk meningkatkan keindahan tubuh wanita. Dia mengakui pengaruh tiga wanita penting dalam hidupnya; Madame Raymonde Zehnacker, Marguerite Carré, dan Mitzah Bricard yang memainkan peran penting dalam membentuk visinya. 

Salah satu artikel majalah Vogue yang memberitakan kembalinya Chanel di tahun 1954 Salah satu artikel majalah Vogue yang memberitakan kembalinya Chanel di tahun 1954

Tidak bisa dimungkiri juga bahwa banyak wanita yang sangat menyukai Dior dan rancangannya, seperti ballerina Margot Fonteyn, penulis Nancy Mitford, dan Putri Margaret. Saat berusia 18 tahun dan dalam tur Eropa pertamanya, Putri Margaret bahkan mengunjungi workshop fashion-nya di Paris. Tiga tahun kemudian, pada ulang tahunnya yang ke-21, Cecil Beaton mengambil foto Margaret yang mengenakan gaun Dior yang memukau dengan desain one shoulder, warna krem, dan rok tulle unik yang dihiasi emas. Margaret konon mengatakan bahwa gaun ini adalah “gaun favoritnya.” Namun, Terlepas dari penghargaan Dior terhadap para wanita di sekitarnya, Chanel tetap teguh dalam mengkritik, mengungkapkan ketidaksenangannya dengan keluar dari masa pensiunnya pada tahun 1954 di usia 71 tahun.

Putri Margaret mengenakan dress ikonis dari Christian Dior Putri Margaret mengenakan dress ikonis dari Christian Dior

Legacy and Impact

Jejak warisan Chanel dan Dior yang abadi terus membentuk lanskap mode. Jas tweed Chanel yang ikonis, penekanannya pada kenyamanan dan keanggunan, serta gagasan feminisme yang demokratis tetap menjadi referensi penting dalam industri mode “New Look” Dior juga menjadi fondasi bagi era baru, dan meskipun menuai kritik, koleksi ini menghidupkan kembali haute couture Prancis, menjadikan Dior sebagai pemeran utama dalam kebangkitan mode pasca perang.

BACA JUGA:
Tampil Stylish Sekaligus Investasi: Tas Lady Dior Jawabannya!

Maria Grazia Chiuri, Direktur Kreatif Dior saat ini Maria Grazia Chiuri, Direktur Kreatif Dior saat ini

Seiring dengan perkembangan dunia mode, kedua rumah mode ini mengalami transformasi, dan kini dipimpin oleh seorang wanita. Pada 2016, Maria Grazia Chiuri menjadi direktur kreatif wanita pertama di Dior, yang mengadvokasi feminisme dalam peragaan busana perdananya. Pada 2019, Virginie Viard menggantikan mendiang Karl Lagerfeld di Chanel, setelah memulai perjalanannya dengan brand ini sebagai karyawan magang 30 tahun sebelumnya.

Virgine Viard, Direktur Kreatif Chanel saat ini Virgine Viard, Direktur Kreatif Chanel saat ini

Dunia mode, yang dikenal dengan kegemarannya akan persaingan, berhutang budi pada persaingan antara Chanel dan Dior. Dalam sejarah desain abad ke-20, kedua tokoh besar ini memang meninggalkan bekas yang tak terhapuskan. Jadi apakah kamu tim Dior atau tim Chanel? Untuk melihat koleksi dari dua brand ikonis ini, jangan lupa untuk mengunjungi website voila.id sekarang juga!

Share this article