Designer Dossier

Raf Simons, Fashion Designer atau Kesatria Urban? Kuak Rahasianya Sekarang!

16 Feb 2024

Apa yang membuat seorang desainer fashion dianggap legendaris? Apakah gelar tersebut diberikan karena koleksi busananya banyak dikenakan orang? Atau mungkin karena desainnya terbukti abadi seiring berjalannya waktu? Ataukah karena kemampuannya yang luar biasa dalam menciptakan berbagai tema busana yang unik? Jika ketiga kriteria ini menjadi penentu kelegendarisan seorang desainer, maka Raf Simons layak mendapat gelar tersebut.

BACA JUGA:
Kreatif, Jenius, dan Kontroversial: Cerita Kanye West Sebagai Seorang Fashion Designer

Potret Raf Simons di tahun 2022 Potret Raf Simons di tahun 2022

Meskipun namanya tidak selalu muncul di mainstream, Simons adalah figur berpengaruh yang telah merancang busana untuk beberapa brand paling bergengsi di dunia! Dalam Edit kali ini, voilà.id menelusuri lebih jauh sejarah dan perjalanan hidup Raf Simons yang penuh dengan kisah menarik. Simak lengkapnya sekarang juga!

Early Beginnings and His First Two Collections

Raf Simons, lahir pada tahun 1968 di Neerpelt, Belgia, menemukan hasrat desainnya di tengah-tengah didikan yang ketat. Awalnya tertarik pada desain industri, ia bekerja magang dengan Walter van Beirendonck, seorang perancang busana Belgia. Pada tahun 1989, sebuah kunjungan penting ke presentasi koleksi Spring 1990 Margiela menjadi pemicu peralihan Raf ke arah desain fashion.

Setelah menyelesaikan studi desain industrinya, Simons mendalami bidang furnitur. Namun ia merasakan adanya ketertarikan yang kuat terhadap dunia fashion. Linda Lopa, kepala departemen mode di Royal Academy of Fine Arts di Antwerp, menyadari potensinya dan mendorongnya untuk menekuni dunia mode. Pada tahun 1995, Simons mengambil risiko dengan meluncurkan labelnya. Koleksi debutnya, yang dipengaruhi oleh Helmut Lang, beresonansi dengan para banyak orang, sehingga terjual habis.

Gerbang dari Royal Academy of Fine Arts, Antwerp, Belgia Gerbang dari Royal Academy of Fine Arts, Antwerp, Belgia

Tahun 1996 menandai peragaan busana pertama Simons di Paris, sebuah momen penting dalam kariernya. Namun, peragaan “Black Palms” pada tahun 1997-lah yang membentuk estetika rebellious-nya. Menampilkan lebih dari 60 looks, palet hitam-putih, dan pemilihan model yang tidak konvensional, fashion show ini tidak hanya mengguncang industri, sekaligus mengukuhkan Simons sebagai visioner dan seorang maverick di dunia mode.

Beberapa tampilan dari koleksi “Black Palms” dari tahun 1998 Beberapa look dari koleksi “Black Palms” dari tahun 1998

Dihadapkan dengan tantangan untuk mempertahankan ketertarikan pembeli, Simons mempersembahkan koleksi “Kinetic Youth” pada tahun 1999, yang menampilkan pakaian formal untuk menunjukkan fleksibilitasnya. Meskipun tidak terlalu provokatif dibandingkan dengan “Black Palms,” koleksi ini menonjolkan kemampuannya untuk menyeimbangkan antara estetika yang berani dengan estetika bersahaja.

Tampilan koleksi “Kinetic Youth” dari tahun 1999 Tampilan koleksi “Kinetic Youth” dari tahun 1999

Raf & Veronique for Ruffo

Popularitas Raf Simons yang meroket menyebabkan tingginya permintaan akan talentanya, sehingga menarik perhatian orang-orang di industri mode seperti Ruffo. Pada tahun 1998, Ruffo mendirikan Ruffo Research, sebuah inisiatif yang mengajak para desainer untuk membuat koleksi berbahan dasar kulit. Simons, bersama kekasihnya saat itu, Veronique Branquinho, diundang untuk merancang koleksi busana pria dan wanita untuk rilis Spring/Summer 1999 dan Autumn/Winter 1999 dari Ruffo, yang menampilkan kemampuan kreatif kolaboratif mereka.

BACA JUGA:
Kisah Perancang Mode Legendaris yang Disebut “King of Cling”, Azzedine Alaïa!

Mantel kulit Ruffo hasil desain Raf Simons dan Veronique Brancano Mantel kulit Ruffo hasil desain Raf Simons dan Veronique Brancano

Terlepas dari kesuksesan label eponim Simons, serangkaian tantangan pribadi dan profesional mendorong keputusan yang mengejutkan pada tahun 2000. Ini menandai tahun yang sama ketika Simons berpisah dengan Branquinho, kolaborator kreatif dan rekannya sejak pertemuan mereka di sebuah kafe Antwerp. Perpisahan mereka tidak hanya berdampak pada hubungan pribadi mereka, tetapi juga pada sinergi kreatif yang telah mereka lakukan bersama dalam membangun brand.

Riot, Riot, Riot

Pada tahun 2000, sebuah kesempatan tak terduga muncul, menawarkan Raf Simons posisi bergengsi sebagai kepala departemen mode di University of Applied Arts di Wina. Menerima peran ini memungkinkannya untuk tidak hanya beristirahat dari sorotan industri mode yang intens, tetapi juga mendalami posisi kepemimpinan. Tawaran ini sangat luar biasa mengingat bahwa Simons baru memasuki industri mode selama lima tahun dan tidak memiliki pelatihan mode formal, tetapi dipercayakan dengan peran yang signifikan.

Meskipun masa hiatus Simons dari labelnya relatif singkat, ada kekhawatiran tentang potensi kehilangan momentum. Namun, kembalinya Simons pada tahun 2001 berhasil membungkam keraguan ketika ia merilis koleksi busana pria “Riot Riot Riot”. Selama masa rehatnya, Simons menyempurnakan timnya, bermitra dengan produsen baru, dan mencari inspirasi baru. Koleksi Fall 2001, berjudul “Riot Riot Riot,” menandakan kembalinya kejayaan dan menandai awal dari apa yang banyak orang anggap sebagai sorotan terbaik dalam karier Simons. Koleksi ini juga dianggap sebagai awal mula munculnya tampilan streetwear modern.

Tampilan “Riot!” Bomber Jacket yang kini memiliki harga resell mencapai 47,000 dollar AS Tampilan “Riot!” Bomber Jacket yang kini memiliki harga resell mencapai 47,000 dollar AS

Periode kebangkitan ini berlanjut dengan koleksi-koleksi Simons berikutnya. Koleksi menswear Fall 2002 menampilkan kemampuannya untuk menyeimbangkan antara beauty dan chaos, dengan lebih dari 70 tampilan yang didominasi warna putih. Para model yang membawa obor di atas runway yang remang-remang memberikan kesan riuh, berbeda dengan penekanan Simons yang sebelumnya pada simbol-simbol anarki seperti pada koleksi “Black Palms”.

Koleksi menswear Fall 2002 yang berjudul “Virginia Creeper” semakin memperkuat reputasi Simons sebagai perancang yang visioner. Konsepnya menggali kerusakan yang disebabkan oleh alam, yang dilambangkan dengan tanaman merambat yang invasif. Dipentaskan dalam suasana seperti hutan, para model berjalan ke bawah cahaya sebelum mundur ke latar belakang yang gelap, menciptakan efek yang memukau. Simons mengeksplorasi layering dengan berbagai bahan, bereksperimen dengan warna-warna tanah, kulit, motif kamuflase, dan grafis lainnya.

Potret tampilan runway Raf Simons untuk koleksi “Virginia Creeper” Potret tampilan runway Raf Simons untuk koleksi “Virginia Creeper”

Di antara busana yang menonjol dari “Virginia Creeper” adalah sweater “Nebraska” yang ikonis, yang menampilkan kemampuan Simons untuk memadukan konsep mendalam dan wearabilty. Sweater yang menampilkan kata “Nebraska” ini menjadi favorit para kolektor dan banyak dicari karena kesederhanaannya dan keterkaitannya dengan salah satu koleksi Simons yang paling terkenal. Selain itu, koleksi ini juga dilengkapi dengan hoodie logo yang menampilkan motif Virginia Creeper, yang semakin menambah daya tariknya.

Hoodie “Virginia Creeper” Raf Simons yang tetap menjadi item fashion didambakan hingga saat ini Hoodie “Virginia Creeper” Raf Simons yang tetap menjadi item fashion didambakan hingga saat ini

Tenure in Jil Sander

Pada awal tahun 2000-an, Jil Sander, perancang busana terkenal asal Jerman, menghadapi tantangan setelah Prada Group mengakuisisi 75% saham labelnya. Ketidaksepakatan dengan CEO Prada, Patrizio Bertelli, menyebabkan kepergian Jil Sander, yang diikuti dengan kerugian finansial untuk brand tersebut. Tugas singkat Milan Vukmirovic sebagai penggantinya mengakibatkan kerugian hampir $30 juta untuk brand ini pada tahun 2002.

BACA JUGA:
Kesuksesan Prada Kembali Berada di Posisi Puncak Top 20 Hottest Brand

Potret penemu brand eponim, Jil Sander Potret pendiri brand eponim, Jil Sander

Putus asa untuk menghidupkan kembali Jil Sander, Prada Group beralih ke Raf Simons, seorang desainer yang sedang naik daun di industri mode, terlepas dari kesuksesan labelnya sendiri dan perannya sebagai kepala departemen mode di University of Applied Arts di Wina. Daya tarik untuk menghidupkan kembali rumah mode yang terkenal dan kesempatan untuk mengeksplorasi busana pria dan wanita menarik perhatian Simons.

Pada tahun 2005, Simons menerima posisi direktur kreatif di Jil Sander. Debutnya dengan koleksi menswear Fall 2006 memuaskan para penggemar, menampilkan kemampuannya untuk membangun warisan brand minimalis yang apik. Koleksi ready to wear Fall 2006 berikutnya menandai usahanya merancang pakaian wanita, yang menerima respons positif.

Potret Raf Simons di runway Jil Sander terakhirnya Perpisahan emosional Raf Simons dalam show terakhirnya untuk Jil Sander

Selama beberapa tahun berikutnya, Simons memenuhi janjinya untuk meremajakan Jil Sander dengan koleksi yang memadukan tampilan minimalis dan siluet yang inovatif. Pada saat yang sama, ia terus meraih kesuksesan dengan label eponimnya. Ketika Simons menikmati kesuksesan dengan labelnya dan revitalisasi Jil Sander, dunia mode dikejutkan dengan berita pemecatannya yang tak terduga. Pemecatannya menandai perubahan yang tidak disangka-sangka bagi seorang desainer yang tampaknya sedang dalam performa terbaiknya.

Couture Maker at Christian Dior 

Pemecatan Raf Simons dari Jil Sander pada tahun 2012 dianggap tidak pantas. Meskipun telah merevitalisasi brand selama lebih dari tujuh tahun, ia diberhentikan hanya dengan pemberitahuan satu minggu, yang tampaknya disebabkan oleh keputusan bisnis dan bukan karena pertimbangan kreatif atau kinerja. Show terakhirnya yang emosional menandai berakhirnya sebuah era di Jil Sander.

Setelah meninggalkan Jil Sander, Simons pindah ke Christian Dior pada tahun 2012 sebagai direktur kreatif untuk koleksi pakaian wanita. Meskipun tidak memiliki pengalaman sebelumnya dalam bidang couture, ia tampil mengesankan dengan koleksi couture Fall 2012, yang dipenuhi dengan referensi sejarah Dior.

Beberapa tampilan dari koleksi couture Dior di tahun 2012 Beberapa tampilan dari koleksi couture Dior di tahun 2012

Menyadari kebutuhan akan penawaran yang lebih mudah diakses oleh basis penggemarnya yang beragam, Simons berkolaborasi dengan Adidas pada tahun 2013, memperkenalkan versi baru dari model-model sneakers klasik. Kemitraan ini, yang menampilkan sepatu seperti Oswegos, Responses, dan Stan Smiths, tidak hanya memuaskan pecinta sneakers, tetapi juga meningkatkan visibilitas Raf Simons untuk orang-orang yang tidak mengikuti dunia mode luxury.

Perpisahan Raf Simons dengan Christian Dior dalam koleksi SS16 Perpisahan Raf Simons dengan Christian Dior dalam koleksi SS16

Pada tahun 2015, Simons memilih untuk mengundurkan diri dari Christian Dior, dengan alasan ingin fokus pada aspek lain dalam kariernya, termasuk label eponimnya. Tidak seperti situasi Jil Sander, keputusan ini sepenuhnya merupakan keputusannya sendiri. Dunia mode menantikan langkah selanjutnya, karena desainer ternama ini kembali menjadi free agent.

A Brief Calvin Klein Stint

Pada bulan Agustus 2016, Raf Simons menjadi Chief Creative Officer di Calvin Klein, mengawasi strategi kreatif untuk berbagai divisi. Meskipun tidak memegang jabatan sebagai direktur kreatif, ia memainkan peran penting dalam membentuk koleksi, berkolaborasi dengan Direktur Kreatif Peter Mullier.

Debut runway pada Februari 2017 menandai perubahan nama brand menjadi Calvin Klein 205 West 39th NYC, yang mencerminkan akar brand yang berasal dari New York. Koleksinya yang bertema patriotik memadukan estetika Amerika dengan sentuhan Simons, menampilkan denim, sepatu boots koboi, jaket varsity, dan bendera Amerika. Meskipun mendapat pujian di awal, strategi rebranding mewah ini menghadapi tantangan karena asosiasi Calvin Klein yang kuat dengan pakaian kasual, terutama jeans dan pakaian dalam.

BACA JUGA:
Efek Korean Wave, Mulai dari Jungkook BTS hingga Jennie Blackpink Terpilih Menjadi Ambassador Calvin Klein

Koleksi Debut Raf Simons untuk Calvin Klein di NYFW 2017 Koleksi Debut Raf Simons untuk Calvin Klein di NYFW 2017

Upaya untuk memodernisasi brand dengan koleksi-koleksi ternama, seperti koleksi Fall 2018 dengan tampilan sweater ikonis, tidak membuahkan hasil seperti yang diharapkan. Pada November 2018, sang CEO mengakui bahwa brand ini telah menjadi terlalu fashion-forward untuk pelanggan intinya. Pada bulan Desember 2018, delapan bulan sebelum kontraknya berakhir, Raf mengumumkan kepergiannya karena perbedaan visi.

Iconic Reunion with Miuccia Prada

Pada awal tahun 2020, Raf Simons mengumumkan sebuah keputusan penting, yaitu bergabung dengan Prada sebagai co-creative director bersama Miuccia Prada. Simons, pengagum lama Prada, menemukan hubungan unik melalui suami Miuccia, Patrizio Bertelli, yang sebelumnya mempekerjakan Simons di Jil Sander. Kemitraan ini menandai reuni yang signifikan, menyoroti influence Simons yang tidak lekang oleh waktu.

Potret Raf Simons dengan Miuccia Prada di tahun 2022 Potret Raf Simons dengan Miuccia Prada di tahun 2022

Koleksi Prada debutnya menampilkan perpaduan elemen-elemen khas Simons dengan sentuhan karya-karya terdahulu, termasuk grafis dari kolaborator lama Peter De Potter. Kolaborasi dengan Miuccia menunjukkan integrasi ide yang memikat, mengeksplorasi konsep-konsep baru dalam koleksi berikutnya. Meskipun pada awalnya ada keraguan untuk memiliki dua direktur kreatif, kolaborasi yang dinamis memungkinkan mereka untuk berinovasi pada tingkat yang sangat tinggi.

The End of His Eponymous Brand

Pada tanggal 21 November 2022, Raf Simons mengumumkan bahwa koleksi Spring/Summer 2023 akan menjadi koleksi terakhir untuk label pribadinya. Keputusan ini menandai akhir dari 27 tahun perjalanan brand yang didirikannya. Simons mengalihkan fokus utamanya untuk terlibat dalam perancangan dan arahan di Prada bersama Miuccia.

BACA JUGA:
Brand Paling Inovatif! Kenali 4 Material Unik dari Tas Prada

Raf Simons dalam koleksi terakhir untuk brand eponimnya, SS 2023 Raf Simons dalam koleksi terakhir untuk brand eponimnya, SS 2023

Kisah desain Raf Simons dapat disimpulkan sebagai narasi evolusi yang mencakup perubahan, adaptasi, dan inovasi yang luar biasa. Mulai dari transisi visinya dari perancang furnitur menjadi perancang busana, perpindahan antara rumah mode bergengsi dengan estetika yang sangat berbeda, hingga momen dekat-dekat ini ketika ia mengambil keputusan untuk menutup brand yang telah ia dirikan. Cerita perjalanan Raf Simons sebagai seorang desainer menunjukkan kompleksitas dan ketertarikan yang tinggi, menjadikannya salah satu narasi yang paling menarik untuk diikuti dalam dunia mode.

Share this article